"Serdadu Kumbang" Ya, siapa yang tidak tau film drama sumbawa yang mengisahkan ana SD di Salah satu daerah sumbawa. Jika murid-murid di hampir seluruh Indonesia banyak yang tidak lulus ujian nasional. Berbekal pengalaman itu, guru-guru SD & SMP 08 semakin memperketat sistem belajar dan mengajar. Namun penegakkan kedisiplinan yang kaku, menimbulkan dampak bagi murid-murid yang masih dalam usia pertumbuhan. Paling tidak bagi Amek, Acan dan Umbe.
Amek adalah salah satu murid dari sekian banyak murid SDN 08 yang tidak lulus ujian tahun lalu. Sebetulnya Amek adalah anak yang baik, namun sifatnya yang introvert, keras hati dan cenderung jahil, membuat ia sering dihukum oleh guru-gurunya disekolah. Sebaliknya Minun kakaknya, ia duduk dibangku SMP dan selalu juara kelas. Ia juga sering menjuarai lomba matematika sekabupaten. Sederet piala dan sertifikat berjejer diruang tamu mereka. Minun adalah ikon sekolah, kebanggaan keluarga dan masyarakat.
Di Kabupaten Sumbawa Barat, tepatnya di Kecamatan Poto Tano ada sebuah desa yang cukup terpencil bernama Desa Mantar, sedemikian terpencilnya sehingga handphone sering tidak ada sinyalnya di sana.
Di desa Mantar itu, tinggal 3 anak laki-laki kelas 6 SD yang bersahabat akrab yaitu Amek, Umbe dan Acan. Ketiga anak itu sering bermain dengan mainan berbentuk kumbang sehingga mereka dijuluki Serdadu Kumbang.
Sayangnya Amek, Umbe dan Acan sering membuat ulah di sekolah mereka sehingga sering dihukum oleh guru mereka yang paling galak yaitu Pak Alim. Gaya mengajar Pak Alim yang terlalu keras itu sering dikritik oleh para orang tua murid bahkan oleh tokoh agama Desa Mantar yaitu Papin (kakek) Haji Maesa.
Dalam prestasi akademis Amek, Umbe dan Acan juga termasuk kurang bahkan Amek yang menderita cacat yaitu bibir sumbing tidak lulus tahun sebelumnya.
Walaupun bandel dan kurang pintar tetapi Amek, Umbe dan Acan punya cita-cita. Umbe dan Acan pasti dengan bangga mengatakan cita-citanya yaitu sebagai Polisi dan Kyai, hanya Amek yang malu mengatakan cita-citanya karena cita-citanya itu sangat bertentangan dengan cacat bibir sumbingnya.
Di desa Mantar ada sebuah pohon tua dan besar yang diberi nama pohon cita-cita. Mengapa diberi nama Pohon cita-cita? Hal itu karena anak-anak desa Mantar punya kebiasaan yaitu menuliskan cita-citanya di sebuah kertas dan dimasukkan botol kemudian digantung di ranting-ranting pohon besar itu dengan harapan cita-citanya tercapai.
Lagi-lagi hanya Amek yang tidak mau menggantungkan botol berisi kertas bertulis cita-cita di pohon cita-cita itu karena takut ditertawakan (Apakah sebenarnya cita-cita Amek? Nanti saja saya ceritakan, makanya baca terus artikel ini ya.. hehehe...).
Pada 3 sahabat serdadu kumbang itu, Amek memang paling bandel dan paling jelek prestasi sekolahnya tetapi ia punya kelebihan yaitu mahir menunggang kuda sehingga sering menjadi juara lomba pacuan kuda bersama kuda kesayangannya yang diberi nama Smodeng.
Amek tinggal bersama ibunya yang bernama Siti dan kakak perempuannya yang bernama Minun sedangkan ayah Amek yaitu Zakaria sudah 3 tahun bekerja sebagai TKI di Malaysia. Zakaria sangat jarang mengirim uang dari Malaysia sehingga untuk membiayai kebutuhan keluarganya, Siti berjualan makanan.
Diceritakan bahwa Amek sangat rindu dengan ayahnya sehingga pernah nekad menukar anak kambingnya dengan handphone agar bisa menelepon ayahnya. Usaha Amek itu tentu saja gagal karena Amek hanya mampu membeli pulsa perdana seharga 5000 rupiah sehingga tidak bisa menelepon ke Malaysia.
Diceritakan juga bahwa kakak Amek yaitu Minun yang duduk di kelas 3 SMP sangat berbeda dengan Amek, Minun patuh pada orang tua dan cukup pintar sehingga langganan juara kelas bahkan ia pernah juara lomba matematika sekabupaten. Seperti kebiasaan anak-anak Desa Mantar, Minun juga menggantungkan botol berisi kertas bertuliskan cita-citanya di pohon cita-cita.
Selain itu, di sekolah Amek ada seorang guru wanita yang sangat baik kepada muridnya yaitu Bu Guru Imbok.
Sebagian besar bagian awal film ini memang menceritakan kenakalan Amek dan 2 sahabatnya tetapi ada juga yang menceritakan kebaikan Amek yaitu ketika ia menolong seorang pendatang di Desa Mantar bernama Ketut yang sepeda motornya mogok.
Amek membantu Ketut dengan menarik sepeda motornya yang mogok dengan Smodeng, kuda kesayangan Amek sehingga Ketut bisa sampai di tujuan.
Sebagai balas jasa, Ketut mengajak seluruh siswa di sekolah Amek berkunjung di ssebuah sekolah dasar di kota.
Saat yang dinantikan Amek akhirnya tiba, ayah Amek yaitu Zakaria akhirnya pulang. Tetapi kedatangan ayah Amek itu ternyata membawa masalah besar karena Zakaria menjual jam Rolex yang dibelinya dari Malaysia kepada seorang penjual jam di pasar seharga 4 juta rupiah.
Ternyata jam Rolex yang dijual Zakaria palsu sehingga si penjual jam meminta Zakaria mengembalikan uangnya. Celakanya Zakaria tidak bisa mengembalikan uang 4 juta itu karena sudah dipakai untuk membayar hutang akibatnya si penjual jam membawa pergi Smodeng, kuda kesayangan Amek.
Amek tentu saja sangat sedih dan histeris melihat kuda kesayangannya yang sudah sering memberinya piala lomba balap kuda itu dibawa pergi. Untung Minun kakak Amek ternyata sangat sayang kepada Amek sehingga ia rela menebus Smodeng dengan uang tabungannya yang rencananya akan dipakai untuk biaya melanjutkan pendidikan ke SMA.
Amek kembali menemukan semangat hidupnya tetapi masalah yang lebih penting menghadang yaitu ujian nasional sudah dekat.
Untung Bu Guru Imbok berhasil memotivasi Amek dan semua siswa kelas 6 di sekolahnya untuk belajar lebih giat agar bisa lulus ujian nasional.
Bu Guru Imbok memang benar-benar “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, di luar jam mengajar di sekolah, Bu Guru Imbok rela memberi pelajaran tambahan kepada siswa-siswa kelas 6 SD di Desa Mantar. Bahkan Bu guru Imbok juga mengajar membaca bagi orang-orang tua di desa Mantar yang masih buta huruf.
Sayangnya kemajuan siswa kelas 6 SD di Desa Mantar itu tidak diikuti oleh siswa kelas 3 SMP nya. Anak-anak kelas 3 SMP di Desa Mantar jarang yang mau mengikuti pelajaran tambahan dari Bu Guru Imbok.
Lebih parah lagi, anak-anak kelas 3 SMP itu dan orang tuanya agar bisa berhasil di ujian nasional malah pergi ke paranormal.
Akibatnya bisa ditebak, setelah ujian nasional selesai dan hasilnya diumumkan, semua anak kelas 3 SMP di Desa Mantar termasuk Minun tidak lulus ujian nasional.
Minun tentu saja sangat terpukul karena ia selalu menjadi juara kelas bahkan sering juara lomba matematika. Sebagai pelampiasan kekecewaannya, Minun nekad memanjat pohon cita-cta sendirian untuk mengambil kembali botol berisi kertas bertuliskan cita-cita yang dulu digantungkannya.
Malang bagi Minun, ia jatuh dari pohon cita-cita dan meninggal dunia.
Dengan kematian kakak yang sangat disayanginya, Amek tentu saja sangat sedih bahkan sampai jatuh sakit. Untung ada yang hal yang bisa menghibur Amek yaitu Smodeng, kuda kesayangannya masih ada dan pada saat itu ada lagi lomba balap kuda.
Amek langsung sembuh dari sakitnya dan mengikuti lomba balap kuda bersama Smodeng.
Ada lagi hal yang menggembirakan bagi Amek yaitu ketika hasil ujian nasional SD diumumkan, hasilnya Amek dan seluruh siswa kelas 6 SD di sekolahnya lulus.
Masih ada lagi sumber kegembiraan Amek, Bu Guru Imbok dengan dibantu Ketut bisa mengusahakan penyembuhan cacat bibir sumbing Amek dengan operasi.
Tiga bulan kemudian, bibir Amek sudah normal seperti anak-anak lainnya kemudian bersama 2 sahabatnya yaitu Umbe dan Acan ia berjanji akan belajar lebih giat untuk mencapai cita-citanya.
Pada bagian akhir film ini, Amek dan semua teman sekolahnya bersama Bu Guru Imbok merayakan keberhasilan mereka di ujian nasional dengan melepaskan kumbang-kumbang yang digantungi kertas bertuliskan cita-cita mereka.
Karena bibirnya sudah normal, Amek tidak malu lagi menuliskan cita-citanya. Ternyata cita-cita Amek adalah menjadi penyiar berita di televisi.
Perjuanga Hidup Seorang
Anak Bocah Yang Masih Duduk Di Bangku SD
Sumber Youtube
0 comments:
Post a Comment