Tana Samawa, begitu orang-orang menyebut alam yang terkembang ini. Penduduknya, yang disebut Tau Samawa, berdiam di kaki-kaki bukit dan pesisir-pesisir pantai.
Pada mulanya, Tana Samawa, yang disebut Sumbawa, adalah negara berbentuk kesultanan. Teritorinya meliputi lebih dari separuh pulau Sumbawa. Dan hari ini, Sumbawa menjadi wilayah Indonesia dengan status kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Seperti halnya di wilayah-wilayah lain, Sumbawa juga merupakan negeri Melayu dengan pengaruh dari Bugis. Berbagai atribut yang digunakan masyarakat memang atribut Melayu, seperti senjata, pakaian, penamaan gelar, atau rumah panggung. Di antara jejak kebesaran negeri ini terletak pada istananya yang bernama Dalam Loka. Istana Dalam Loka yang juga berbentuk rumah panggung ini bahkan disebut-sebut merupakan rumah panggung terbesar di dunia.
Istana yang dibangun pada 1885 ini memiliki makna yang merujuk pada Islam hampir di seluruh lekak lekuknya. Bahkan, pemaknaan itu sudah dimulai dari masa pembangunannya, yakni selama sembilan bulan 10 hari, yang sesuai dengan masa kandungan lahirnya manusia. Adapun arsitek dari istana ini adalah salah seorang ulama besar Taliwang (Sumbawa Barat sekarang).
Hasanuddin, Wakil Ketua Lembaga Adat Tana Samawa, mengatakan bahwa masa pengerjaan itu memang sesuai dengan zamannya. Saat itu, Sumbawa sedang menghadapi datangnya sebuah era baru, yang ditandai dengan makin sempurnanya bentuk dan struktur pemerintahan.
Selain masa pembangunan, makna juga terdapat pada bagian lain dari istana ini. Sebut saja bentuk bangunannya yang beratap kembar dengan satu tangga yang tidak persis berada di tengah. Hal ini memang dirujukkan pada salah satu bagian dari salat, yakni gerakan jari saat tahyatul (mengangkat jari telunjuk sementara jari lain tergenggam tak penuh).
Pucuk dari tangga yang berbentuk tanduk kerbau juga melambangkan pemaknaan tertentu. Kerbau ini diperoleh dari Sulawesi Besar yang memberikan pengaruhnya yang kuat terhadap Sumbawa. Kerbau dipandang sebagai simbol makhluk yang memiliki kekuatan dan bersifat gaib.
Sementara itu, tiang-tiangnya sendiri berjumlah 99 buah. Angka ini merujuk pada nama-nama Allah yang juga berjumlah sama. Maksudnya, siapapun sultan, pimpinan, atau pejabat Sumbawa semestinya mensifati dirinya dengan sifat-sifat Allah, seperti bijaksana, mengasihi, dan menjadi rahmat bagi rakyat.
Short URL: http://www.lenteratimur.com/?p=6883
0 comments:
Post a Comment